Minggu, 05 Desember 2010

Kebutuhan Penerapan Teknologi Informasi Keperawatan Di Ruang Rawat Anak

Kebutuhan Penerapan Teknologi Informasi Keperawatan
Di Ruang Rawat Anak

Umi Solikhah
Magister Keperawatan Anak (0906505161) Universitas Indonesia
Abstrak
Teknologi informatika keperawatan sudah saatnya diterapkan di pelayanan kesehatan Indonesia. Selama ini penerapannya terhambat karena keterbatasan dana, ketidaksiapan sumber daya manusia, dan terjebak dalam rutinitas yang membuat malas berubah. Sistem pelayanan di ruang rawat anak memiliki karakteristik khusus sehingga dalam program software sistem informasi keperawatan harus ada penambahan yang menyentuh prinsip keperawatan anak. Penerapan teknologi informatika di pelayanan keperawatan akan menghemat tenaga, biaya, dan waktu. Tujuan penulisan artikel ini untuk menganalisa terpenuhinya kebutuhan diterapkannya sistem informasi di ruang rawat anak dengan model DSS yang diharapkan dapat melancarkan program tercapainya sistem informasi keperawatan terkomputerisasi di RS wilayah Indonesia pada umumnya dan ruang rawat anak pada khususnya. Penulisan dengan metode literatur. Penerapan sistem informasi keperawatan di ruang rawat anak bukan hal yang tidak mungkin dilaksanakan, jika dilakukan dengan sepenuh hati dan bekerjasama dengan semua pihak yang terkait mulai dari pihak managerial, perawat pelaksana, tim kesehatan lain, pasien, dan tenaga ahli teknologi informatika.
Key word : teknologi, DSS model, perawat, anak
1. Pendahuluan
Penerapan teknologi informasi di bidang keperawatan merupakan suatu hal yang diperlukan saat ini. Bisa dibayangkan, aktifitas kegiatan di ruang rawat anak yang cukup banyak dengan dibandingkan jumlah perawat yang bertugas akan sangat menyita waktu dan tenaga perawat. Penerapan teknologi informatika menjadi sebuah harapan bagi perawat di ruang rawat anak untuk memberikan kontribusi ‘efektif dan efisiensi’ pencatatan dan pelaporan seluruh aktifitas pelayanan keperawatan.
Dokumentasi yang cukup banyak mulai dari pencatatan data pasien, asuhan keperawatan,
administrasi keuangan, catatan medis, catatan data penunjang akan terasa ringan jika dikomputerisasikan. Model komputerisasi yang digunakan saat ini sudah mulai berkembang dengan kegiatan yang meminimalkan kerja perawat dalam mencatat manual dan memaksimalkan upaya yang dilakukan untuk melakukan pelayanan keperawatan anak dengan memperhatikan prinsip-prinsip perawatan anak. Modal awal untuk memulai kegiatan mungkin cukup besar antara lain dengan persiapan software computer dan program yang dikerjakan bersama teman-teman dari teknologi informatika; pelatihan SDM perawat yang akan melakukan kegiatan, pihak manajerial sebagai pemegang keputusan akan sangat menentukan keberhasilan program. Namun untuk kebutuhan jangka panjang akan sangat murah yaitu dengan kegiatan yang lebih banyak bisa dilakukan untuk pasien, waktu dan tenaga perawat dapat lebih di hemat.
Upaya penerapan model-model pendokumentasian terkomputerisasi tentu saja bisa dilakukan di Indonesia tergantung dari pengetahuan perawat, kemampuan perawat setelah mengetahui, dan kemauan perawat untuk sama-sama bekerja keras mensukseskan program. Perawat-perawat anak yang terjerat di dalam rutinitas umumnya sulit untuk diajak berkembang, dan keadaan ini harus diimbangi dengan upaya managerial untuk mensupport terlaksananya program melalui program pelatihan, reward and punishment, keterlibatan aktif manager, dan program evaluasi periodik. Teknologi sistem informasi keperawatan yang digunakan hendaknya selalu dievaluasi untuk merevisi yang kurang dan mengembangkan yang sudah ada sesuai kebutuhan program dan pengguna (Larry,2003).
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk melakukan analisa terhadap kebutuhan penerapan teknologi sistem informasi keperawatan di rumah sakit-rumah sakit wilayah Indonesia pada umumnya dan di ruang rawat anak pada khususnya dimana ruang rawat anak memiliki karakteristik khusus yang perlu diperhatikan, sehingga pembuatan softwarre bisa disesuaikan dengan kebutuhan pengguna.
2. Kajian Pustaka
2.1. Teknologi DSS Model
DSS (Decision Support System) model merupakan suatu sistem informasi manajemen dengan pendekatan antara pemecahan masalah dan komunikasi yang kapabel untuk pemecahan permasalahan dalam sistem semistruktur. Secara spesifik didefinisikan sebagai suatu sistem yang mensupport manager utama dan sekelompok kecil tim untuk menjadi tim pemberi solusi pemecah masalah bersama dengan memberikan sugesti pada kelompok yang bermasalah dengan sistem komunikasi yang sesuai (Raymond Mc. Leod Jr, 1998). Alternatif pemecahan masalah yang ditawarkan dari teknologi DSS model ini sebagai langkah memudahkan pelaksanaan program teknologi informatika di dunia keperawatan menurut fase Simon adalah kecerdasan (intelegence), desain (design), penghargaan (choice), peninjauan ulang (review).
Kecerdasan perawat anak sangat mendukung tercapainya program komputerisasi di ruang rawat anak, karena untuk dapat mendokumentasikan dengan benar mereka harus faham benar tentang komputerisasi, sistem pendokumentasian, dan prinsip perawatan pada anak. Desain program yang tepat akan memudahkan perawat dalam input kegiatan yang dilakukan sesuai prinsip perawatan anak, termasuk desain program yang terkait dengan jadual dinas perawat yang bisa diatur dalam waktu cepat jika salah satu perawat misalnya tidak bisa hadir pada jam jadual dinas tersebut selalu ada yang menggantikan melalui sistem. Sistem reward harus ditegakkan untuk memotifasi perawat dalam melakukan tugasnya, dimana hal ini harus ada protab yang jelas yang disepakati oleh pihak managemen dan pihak pelaksana dalam hal ini perawat anak. Sistem evaluasi harus ada untuk mengontrol kelebihan dan kekurangan pelaksanaan teknologi informasi keperawatan di RS tersebut, sehingga bisa memberikan kontribusi yang menguntungkan.
Gambar 1. Fokus model DSS (Raymond Mc. Leod Jr, 1998)
Struktur tingkatan masalah baik yang terstruktur, kurang terstruktur, maupun yang tidak terstruktur diselesaikan melalui solusi kerjasama yang tepat antara solusi komputer dengan solusi manager, artinya tetap harus ada peran manager disamping program yang disediakan.
Gambar 2. Bagan model DSS (Raymond Mc. Leod Jr, 1998)
Pemecahan masalah individual bekerjasama dengan member kelompok lain, juga selalu terhubung dengan software. Data based dihubungkan dengan software pencatatan dokumentasi, model matematik, dan software DSS. Lingkungan juga berpengaruh dalam sistem penerapan model DSS. Output tilisan akan muncul dalam bentuk data yang bisa menjadi media komunikasi dan informasi.
Perawat yang ingin meningkatkan keilmuannya dituntut untuk mampu memanfaatkan pengembangan teknologi. Teknologi yang diciptakan untuk memfasilitasi perawat tidak sedikit, namun masih banyak perawat yang belum mengenal sumber-sumber informasi tersebut. Peran manager dalam memberikan rekomendasi penghargaan sangat membantu untuk memotivasi perawat dalam keterlibatannya dalam teknologi (Smith and Baker, 2007). Penghargaan yang diberikan bisa dalam bentuk pelatihan, pujian, hadiah, dan bisa dalam bentuk yang lain.
2.2. Pencatatan Berbasis Komputer
Pencatatan pasien yang terkomputerisasi (computerized patient records) mengalami perkembangan pesat, sehingga perlu diciptakan tata bahasa baku dalam menggambarkan masalah-masalah pasien yang dapat dipahami secara universal dan konsisten diantara para perawat (Doenges et al. 1999). Pembakuan bahasa dan model pencatatan yang disepakati harus yang dikuasai oleh pelaksana dokumentasi, seperti jika perawat memutuskan pendokumentasian pengkajian keperawatan berdasar teori ‘orem’ maka perawat harus tahu tentang penerapannya dalam pendokumentasian. Termasuk pendokumentasian diagnosa keperawatan menurut NANDA/Carpenito/Doengoes atau lainnya, intervensi keperawatan dengan NOC dan NIC, implementasi keperawatan berdasarkan waktu, dan evaluasi dalam bentuk SOAP.
Salah satu tantangan besar dalam informatika kesehatan adalah disepakatinya standar klasifikasi dan terminologi yang mencakup berbagai konsep (kedokteran, keperawatan, laboratorium, obat, patient safety, images, pertukaran data, demografis) (Suparti, 2005). Ini menguntungkan bagi sistem karena secara keseluruhan akan terdokumentasi dengan software yang kompleks. Khususnya dokumentasi asuhan keperawatan harus ada standar baku yang disetting berdasarkan model tertentu. Pendokumentasin pengkajian keperawatan yang sudah dilaksanakan di Indonesia adalah model sistem, divisi doengoes, dan model kebutuhan dasar.
Model apapun yang digunakan harus dilengkapi dengan isian kajian yang spesifik dibutuhkan oleh anak, sehingga perlu penambahan software yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Sebanyak apapun kegiatan yang kita lakukan bila tanpa pendokumentasian maka akan mengurangi manfaat. Kerjakan apa yang kita dokumentasikan dan dokumentasikan apa yang kita lakukan. Selama ini sediaan software pengkajian belum dispesifikan pada kondisi-kondisi tertentu, pendokumentasian yang lebih spesifik mungkin lebih rumit bagi programer namun akan memudahkan kerja perawat dalam memilih option pendokumentasian.
Penerapan sistem informasi keperawatan terkomputerisasi terkait intervensi yang dilakukan di beberapa RS di Indonesia diharapkan spesifik mulai dari Nursing Out Come (NOC) yang baku klasifikasi dan jelas kriterianya; Nursing Intervention Clasification (NIC) disusun secara baku pada setiap klasifikasinya dan disesuaikan juga dengan klasifikasi tujuan (NOC). Perawat tinggal
memilih label NIC yang tersedia pada masing-masing diagnosa keperawatan yang sesuai dengan tujuan penanganan masalah pasien. Implementasi keperawatan dalam sistem informasi keperawatan menggunakan label NIC dan aktifitas dalam NIC. Perawat tinggal mengetikan aktifitas-aktifitas perawatan yang telah dilakukan, menambahkan jam pelaksanaan dan menuliskan pelaksana dari aktifitas tersebut.
Implementasi yang diinputkan oleh perawat dalam dokumen asuhan keperawatan langsung diintegrasikan dengan Billing System Rumah Sakit, sehingga tidak ada double entry dalam keuangan pasien. Masing masing tindakan perawat telah memiliki harga sendiri sendiri yang telah disahkan oleh rumah sakit, dan perawat tinggal mendokumentasikan dalam SI Keperawatan. Artinya penulisan implementasinya juga dibakukan sehingga perawat yang bertugas mengetik sesuai dengan standar yang ditetapkan. Evaluasi kriteria, skala, dan target. Setelah perawat menentukan kriteria, skala dan target pada hari pertama, maka pada hari berikutnya tinggal memilih skala yang sesuai dengan kondisi pasien, antara 1 – 5, disesuaikan dengan kondisi pasien.
Penggunaan teknologi dalam keperawatan bisa menjadi kebahagiaan dan derita, bahagia bagi pengembangan sistem dan derita bagi sistem yang belum siap menerapkan. Teknologi dapat menjawab hal-hal yang makin ‘njlimet’ dan juga dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Dengan semakin digunakannya teknologi dalam keperawatan seharusnya semakin meningkatkan kompetensi teknologi seperti ‘caring’ dalam keperawatan (Rozzano, Marquerite, 2001). "I think people are often afraid that technology is making us less human."(C.Brazeal,2001).
Teknologi informasi keperawatan yang terkait dengan ‘caring’ masih sulit untuk diterapkan dan masih menjadi kontroversi, karena jelas ada bedanya pertemuan langsung dengan pasien dibandingkan dengan pendekatan teknologi (Mary McGrath, 2008).
2.3. Prinsip Dasar Perawatan Anak
Prinsip dasar keperawatan anak mengalami perkembangan secara periodik, terutama dalam cara memandang terhadap anak dan pendekatan dalam pelayanan keperawatan anak. Prinsip yang harus diperhatikan selain pertumbuhan dan perkembangan anak adalah :
1. Bahwa anak adalah bukan miniatur orang dewasa, mereka memiliki karakteristik yang unik sebagai anak-anak.
2. Family centered care (asuhan berpusat pada keluarga). Dalam setiap kegiatan merawat anak di RS selalu difasilitasi oleh keterlibatan orang tua termasuk mengupayakan peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat anaknya. Perawat juga punya peran penting dalam memfasilitasi hubungan orang tua dan anaknya selama di RS. Harus diupayakan jangan sampai terjadi perpisahan antara orang tua dan anaknya di RS. Hal ini bertujuan agar dengan difasilitasinya hubungan antara orangtua dan anaknya, orang tua diharapkan mempunyai kesempatan untuk meneruskan peran dan tugasnya merawat anak selama di RS.
Perawat juga mempunyai peran penting untuk meningkatkan kemampuan orang tua dalam merawat anaknya. Orang tua dipandang sebagai subjek yang punya potensi untuk melaksanakan perawatan pada anaknya. Di harapkan selama perawatan anaknya di RS, terjadi proses belajar pada orang tua, baik dalam hal peningkatan pengetahuan dan ketrampilan yang berhubungan dengan keadaan sakit anaknya. Dengan demikian, pada saat anak diperbolehkan pulang kerumah, orang tua sudah memiliki seperangkat ilmu pengetahuan dan ketrampilan tentang perawatan anaknya.
Prinsip asuhan yang berpusat pada keluarga meliputi : flexibility (asuhan yang diberikan tidak kaku pada system yang ada), collaboration (pemberi asuhan berkolaborasi dengan klien dan keluarga dalam proses pemberian asuhan keperawatan), support (memberi dukungan baik fisik, psikologis, sosial dan spiritual), empowerment (memberdayakan klien dan keluarga dalam proses asuhan), respect (pemberi asuhan menghargai keunikan klien), information (pemberi asuhan berkomunikasi dan berbagi informasi yang bemanfaat dengan klien dan keluarga secara lengkap dengan cara yang tegas), strengths (senantiasa memanfaatkan kekuatan yang ada pada klien dan keluarga), dan choice (member alternative pada klien dan keluarga dalam menentukan asuhan).
3. Atraumatic care atau asuhan yang tidak menimbulkan trauma pada anak dan keluarganya merupakan asuhan yang terapeutik karena bertujuan sebagai terapi bagi anak. Dasar pemikiran pentingnya asuhan terapeutik ini adalah bahwa walaupun ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pediatric telah berkembang pesat, tindakan yang dilakukan pada anak tetap menimbulkan trauma, rasa nyeri, marah, cemas, dan takut pada anak. Beberapa bukti penelitian menunjukkan bahwa lingkungan RS yang dapat menimbulkan trauma bagi anak adalah lingkungan fisik RS, tenaga kesehatan baik dari sikap maupun maupun pakaian putih,
alat-alat yang digunakan, dan lingkungan sosial antar sesama pasien.
Atraumatic care adalah bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam layanan pelayanan kesehatan anak, melalui penggunaan tindakan yang dapat mengurangi distress fisik maupun distress psikologis yang dialami anak dan orang tua. Atraumatic care bukan satu bentuk intervensi yang nyata terlihat, tetapi memberi perhatian pada apa, siapa, di mana, mengapa, dan bagaimana prosedur dilakukan pada anak dengan tujuan mencegah dan mengurangi sres fisik dan psikologis.
Asuhan yang terapeutik tersebut dapat dilakukan melalui tindakan pencegahan, penetapan diagnosis, pengobatan, dan perawatan baik pada kasus akut maupun kronik dengan intervensi mencakup pendekatan psikologis (menyiapkan anak untuk prosedur fisik, memberikan kesempatan pada orang tua untuk terlibat merawat anak di RS, dan menciptakan suasana lingkungan RS yang nyaman bagi anak dan orang tua).
Dapat anda bayangkan bagaimana bila seorang perawat atau dokter anak datang kepada pasien (anak dan keluarganya) untuk melakukan asuhan keperawatan, tetapi dengan wajah cemberut, masam, dan tidak ada sapaan ramah sedikitpun. Mungkin sebelum dilakukan tindakan anak sudah takut dan menangis atau bahkan tidak mau didekati. Akan tetapi, bagaimana bila seorang perawat datang dengan wajah yang manis, tersenyum,dan sapannya pada anak demikian menyenangkan, lemah lembut, sambil menawarkan mainan kecil yang menarik hati. Selain petugasnya, ruang perawatan untuk anak tidak dapat disamakan seperti orang dewasa. Ruangan tersebut memerlukan dekorasi yang penuh dengan nuansa anak (adanya gambar di dinding, tirai, dan sprei serta sarung bantal yang berwarna dan bercorak binatang atau bunga, cat dinding yang berwarna, serta tangga yang pegangannya berwarna ceria.
Prinsip-prinsip dasar keperawatan anak diatas harus dikuasai oleh semua perawat yang bertugas di ruang rawat anak, sehingga dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan keperawatan tidak sekedar rutinitas harian yang tidak ada pengembangan.
3. Kesimpulan
Bahwa penerapan sistem informasi keperawatan di ruang rawat anak bukan suatu hal yang tidak mungkin dilaksanakan, jika dilakukan dengan sepenuh hati dan bekerjasama dengan semua pihak yang terkait mulai dari pihak managerial, perawat pelaksana, tim kesehatan yang lain, pasien, dan tenaga ahli teknologi informatika. Penyelenggaraan dengan dana besar diawal tidak seberapa dibandingkan dengan investasi jangka panjang terkait dengan kualitas sumber daya manusia, kualitas pendokumentasian keperawatan, kualitas pengembangan teknologi informatika, penghematan tenaga, kualitas kinerja perawat, dan penghematan biaya operasional. Penerapan teknologi informasi dalam bidang keperawatan justru akan memberikan nilai lebih dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.
Penerapan teknologi informasi dengan model DSS menjanjikan kelancaran program dalam semua sistem terkait karena terdapat kerjasama yang baik pada setiap struktur organisasi, termasuk lingkungan. Penerapan teknologi informasi di ruang rawat anak ini diharapkan dapat memfasilitasi kinerja perawat yang cukup waktu dan tenaga untuk dapat melaksanakan kegiatan pelayanan keperawatan anak sehari-hari, mendokumentasikan kegiatan dengan benar dan terinci, tetap dapat memperhatikan prinsip keperawatan anak, dan perawat semakin pintar.
Daftar Pustaka
Cheryl M. Smith1 and Bradford Baker. 2007. Technology in nursing scholarship: Use of citation reference managers. International Journal of Mental Health Nursing (2007) 16, 156–160.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Sistem informasi rumah sakit di Indonesia revisi v.
Larry Le Fever. 2003. Reengineering a mobile nursing information system. Proceedings of Student Research Day, CSIS, Pace University, May 9th.
Mary McGrath. (2008). The challenges of caring in a technological environment: critical care nurses’ experiences. The Author. Journal compilation Blackwell Publishing Ltd.
Mc. Closkey. J . 1996. Nursing interventions classivication. Mosby-Year book, Daverport.
Mc. Closkey. J . 1996. Nursing outcome classivication. Mosby-Year book, Daverport.
NANDA International. (2010). Nursing diagnosis : definitions & classification. Editor : T.Heather Herdman. Wiley – Blackwell.
Raymond McLeod, Jr. (1998). Decision support systems. Management information system 7/E. Prentice-hall. Inc.
Rozzano C. Locsin and Marguerite Purnell. 2001. Rapture and suffering with technology in nursing. International Journal for Human Caring. Vol.11, No.1. 38-43.
Supraptini, Yupi S.Kp, MSc (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan Anak. Penerbit : EGC. Jakarta.
Wong, Dona L. (2001). Wong,s Essential of Pediatric Nursing. Sixth Edition. Mosby.

0 komentar:

Posting Komentar