Minggu, 05 Desember 2010

PENGGUNAAN PERANGKAT TEKNOLOGI INFORMASI PADA PELAYANAN KESEHATAN ANAK DAN REMAJA

PENGGUNAAN PERANGKAT TEKNOLOGI INFORMASI
PADA PELAYANAN KESEHATAN ANAK DAN REMAJA
Dian Ramawati
Mahasiswa Program Magister Keperawatan Anak (NPM. 0906504663)
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia


Abstrak
Kebutuhan akan penggunaan teknologi informasi menjadi sangat penting dalam bidang kesehatan khususnya keperawatan karena teknologi dapat menciptakan lingkungan yang aman untuk praktik keperawatan dengan mengurangi dampak negative dari risiko dan tanggung jawab pekerjaan yang selama ini menakutkan bagi sebagian besar perawat anak. Bahkan teknologi informasi juga dapat membantu perawat anak dalam merencanakan, melakukan dan mengevaluasi tindakan keperawatan pada anak dan remaja serta keluarga. Berbagai software teknologi informasi berbasis computer telah dirancang untuk memudahkan peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan, edukator dan advokat bagi anak dan remaja. Efisiensi dan efektifitas waktu serta tenaga yang dapat dihemat oleh penggunaan teknologi informasi menjadi sangat bermanfaat bagi perawat anak sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada kualitas asuhan yang diberikan. Dan menjadi tantangan tersendiri bagi perawat anak agar selalu mengembangkan kemampuan dan pengetahuan terkait penggunaan teknologi informasi yang terkini sehingga dapat lebih mudah dalam menjalin hubungan atau interaksi dengan klien anak dan remaja serta keluarga yang berbasis teknologi ini dimana dan kapan saja.
Kata kunci: teknologi informasi, perawat anak, anak, remaja, asuhan keperawatan

Latar Belakang
Kemajuan teknologi telah membawa banyak perubahan pada pemberian pelayanan kesehatan anak dan remaja. Anak dan remaja dengan sangat mudah mendapatkan informasi seputar kesehatan melalui ruang-ruang maya di jaringan computer maupun melalui telepon selular. Bahkan anak dan remaja yang berada sangat jauh dari pusat informasi di pedesaan telah dapat menggunakan berbagai perangkat teknologi informasi, sesuatu yang dulu sangat sulit untuk dilakukan. Hal ini menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh para tenaga kesehatan khususnya perawat anak agar selalu mengikuti perkembangan kemajuan teknologi informasi sehingga dapat memperluas pemahaman dan kemampuan tentang kemungkinan apa yang akan dihadapi di masa yang akan datang terkait dengan pemberian pelayanan kesehatan anak dan remaja (Jannetti, 2008).
Banyaknya perangkat-perangkat teknologi terbaru yang telah digunakan dalam bidang pelayanan kesehatan terutama teknologi informasi untuk memudahkan pemberian layanan kesehatan atau untuk menghindari terjadi kesalahan dalam memberikan terapi menjadi alasan utama para perawat anak agar dapat meningkatkan kemampuan diri dalam penguasaan teknologi informasi. Kebutuhan akan penggunaan teknologi informasi menjadi sangat penting karena teknologi dapat menciptakan lingkungan yang aman untuk praktik keperawatan dengan mengurangi dampak negative dari risiko dan tanggung jawab pekerjaan yang selama ini menakutkan bagi sebagian besar perawat anak. Namun yang selalu harus diingat oleh para perawat anak adalah teknologi informasi memang dapat menciptakan lingkungan yang aman bagi klien anak dan keluarga tetapi juga harus dapat diintegrasikan perangkat ke dalam proses keperawatan agar dapat mencegah terjadinya kesalahan dan memberikan informasi yang akurat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada anak dan remaja.
Penelitian yang dilakukan oleh Morris-Decker et al. (2004), mendapatkan gambaran yang kompleks terkait dengan penggunaan internet oleh perawat di klinik. Didapatkan bahwa perawat menggunakan teknologi internet pada situasi yang tenang baik pada pagi maupun malam hari. Penggunaan internet dilakukan untuk hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan. Didapatkan juga bahwa perawat telah mengintegrasikan penggunaan teknologi internet dengan kegiatan yang harus mereka lakukan di tempat kerja. Penggunaan internet oleh perawat dipengaruhi oleh kebijakan organisasi, budaya kerja dan pemberian pelatihan terkait internet. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Turisco dan Rhoads (2008), berdasarkan wawancara dengan perawat dan tenaga kesehatan lain didapatkan gambaran tentang tantangan yang harus dihadapi oleh perawat dalam melakukan tugas sehari-hari dan pendapat mereka tentang inovasi yang dilakukan oleh rumah sakit dalam penggunaan teknologi. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa penggunaan teknologi sangat membantu perawat dalam menciptakan suasana kerja yang menyenangkan dan meningkatkan kepuasaan terhadap hasil kerja yang mereka lakukan, termasuk dalam peningkatan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien.
Kemudian apakah penggunaan teknologi khususnya teknologi informasi juga dapat meningkatkan kualitas pemberian pelayanan asuhan keperawatan pada anak dan remaja? Artikel ini akan membahas tentang wawasan baru dalam praktik keperawatan anak dan remaja, khususnya dalam penggunaan teknologi informasi berbasis computer dan telepon selular dalam hal pemberian informasi terkait pemberian asuhan keperawatan pada anak dan remaja.

Tinjauan pustaka
Teknologi informasi (Information Technology) biasa disingkat TI, IT atau infotech. Dalam Oxford English Dictionary (OED2) edisi ke-2 mendefenisikan teknologi informasi adalah hardware dan software, dan bisa termasuk di dalamnya jaringan dan telekomunikasi yang biasanya dalam konteks bisnis atau usaha. Menurut Haag dan Keen (1996), teknologi informasi adalah seperangkat alat yang membantu anda bekerja dengan informasi dan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi. Menurut Martin (1999), teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang akan digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirim/menyebarkan informasi. Sementara Williams dan Sawyer (2003), mengungkapkan bahwa teknologi informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi kecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video.
Dari defenisi di atas, nampak bahwa teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer, tetapi juga termasuk teknologi telekomunikasi. Dengan kata lain bahwa teknologi informasi merupakan hasil konvergensi antara teknologi komputer dan teknologi telekomunikasi. Teknologi komunikasi atau telekomunikasi merupakan teknologi komunikasi jarak jauh. Diantaranya adalah telepon, televisi, radio, handy-talky, dan handphone (Akib, 2010, diperoleh tanggal 3 November 2010, pada http://www.tehnik-informatika. com).
Dalam pelayanan kesehatan khususnya pemberian asuhan keperawatan, penggunaan teknologi informasi telah terbukti sangat bermanfaat. The American Academy of Nursing (AAN, 2003) telah menginisiasi Proyek Teknologi AAN, yaitu sebuah proyek yang mencakup beberapa tahapan untuk menganalisis peran teknologi dalam meningkatkan keamanan dan efektifitas dalam pemberian asuhan keperawatan, termasuk diantaranya adalah electronic health record (EHR), decision support system (DSS), dan teknologi pemberian obat dengan aman (medication safety technology). Melalui proyek tersebut terbukti bahwa teknologi dapat meningkatkan keamanan bagi klien melalui pencegahan terjadinya kesalahan, pengawasan respon tanggap darurat dan meminimalkan terjadinya cedera setelah suatu kesalahan terjadi serta melakukan evaluasi penyebab kesalahan yang terjadi (McCartney, 2006).
Hal tersebut juga diatas yang menyebabkan timbulnya suatu rekomendasi untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam meningkatkan keamanan klien yang berada di unit Perinatologi, yaitu ibu dan bayi baru lahir (McCartney, 2006). Walaupun masih sangat sedikit penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan hubungan antara penggunaan teknologi dan keamanan klien pada unit perinatologi, namun rekomendasi dibuat agar para perawat perinatologi dapat memanfaatkan teknologi informasi yang ada untuk membuat panduan pemberian asuhan keperawatan yang tepat bagi kliennya. Perawat di unit Perinatologi juga perlu melakukan evaluasi terkait efektifitas penerapan teknologi informasi dalam meningkatkan keamanan pada ibu dan bayi baru lahir. Karena perangkat teknologi informasi walaupun dapat memberikan solusi untuk manajemen dan sintesis data, namun bisa saja informasi yang telah dikumpulkan tersebut tidak dapat saling memberikan informasi. Hal tersebut dapat disebabkan karena teknologi penunjang dianggap terlalu mahal, atau tidak terpasang secara tepat sehingga tidak dapat digunakan secara optimal (Ivory, 2007). Dan karenanya dibutuhkan koordinasi tim kesehatan yang terlibat sehingga dapat meminimalkan kesulitan yang muncul. Beberapa penelitian telah membuktikan pentingnya penggunaan teknologi informasi pada pelayanan kesehatan perinatal, yaitu untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi terjadinya kesalahan dokumentasi yang dilakukan secara manual. Khusus pada unit perinatologi, teknologi informasi tidak hanya digunakan namun juga terintegrasi dengan penggunaan teknologi lainnya.
Dalam hal komunikasi, teknologi informasi diharapkan dapat membantu perawat perinatologi untuk mengumpulkan dan mengorganisasi informasi atau data yang didapatkan melalui ibu bayi lahir yang dirawat. Sulitnya untuk mendapatkan data yang spesifik tentang klien seputar riwayat penyakit dan kesehatan yang terdahulu menyebabkan penyimpanan data secara elektronik menjadi sangat membantu dan memudahkan untuk memberikan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan klien. Misalnya, saat seorang ibu ditanya tentang riwayat alergi pada bayi atau anaknya dan ibu menjawab dengan pernyataan yang kurang spesifik : ”anak saya tidak dapat minum obat yang berwarna kuning saat dia sakit tenggorokan.” Tentunya informasi semacam ini sangat menyulitkan perawat dan tim medis dalam menyimpulkan obat apa yang sebenarnya menjadi penyebab alergi anak. Teknologi informasi dapat membantu menyimpan data yang telah bertahun-tahun lalu dengan aman dan sangat mudah untuk dilihat kembali bila dibutuhkan. Demikian juga bila anak dan remaja kembali ke rumah sakit untuk penyakit yang berbeda, perawat hanya perlu melihat data terdahulu terkait kesehatan anak pada computer dengan mengetikkan nomor rekam medic klien. Sehingga kesalahan pemberian perawatan atau pengobatan dapat dihiindari dan jauh lebih praktis serta aman bagi klien dan keluarga (Ivory, 2007).
Selanjutnya adalah penggunaan software DSS yang berbasis computer sehingga dapat memberikan informasi dalam membuat rencana keperawatan yang aman. Informasi yang diberikan dapat meliputi standar asuhan berdasarkan pembuktian masalah di klinik, cara melakukan suatu tindakan, aturan dan rekomendasi perawatan, referensi dan cara penghitungan obat, serta akses ke pusat data atau perpustakaan secara digital. Software tersebut juga dapat mempercepat perawat dalam membuat rencana asuhan keperawatan, mengingatkan perawat untuk memberikan tindakan pencegahan atau risiko terhadap alergi dengan menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium sehingga perawat dapat memberikan respon cepat sesuai dengan kondisi klien (McCartney, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Gance-Cleveland et al. (2010) adalah salah satu bukti pemanfaatan software DSS dalam melakukan pemberian informasi tentang panduan identifikasi, pengkajian dan pemberian rekomendasi terkait penanganan obesitas pada anak usia sekolah dan remaja. Hasil penelitian menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam mengidentifikasi dan melakukan pengkajian untuk menilai terjadinya obesitas pada anak dan remaja. Penelitian dilakukan pada Pusat Kesehatan Sekolah yang dikelola oleh perguruan tinggi di Rocky-Mountain, Amerika Serikat. Responden atau sampel terdiri dari klien anak berusia 3 – 18 tahun dengan criteria eksklusi adalah anak-anak yang datang dalam keadaan sakit, keperluan imunisasi, anak berusia kurang dari 3 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan memakai format berbasis system informasi yaitu HeartSmartKidsTM (HSK) yang meliputi riwayat keluarga (genogram), tinggi badan, berat badan, gaya hidup keluarga, tekanan darah serta konsumsi makanan harian anak. Setelah dilakukan penelitian, peneliti menemukan HSKTM dengan tepat melakukan perhitungan terkait BMI persentil, tekanan darah, dan mengintegrasikannya dengan riwayat kesehatan keluarga. Lebih jauh lagi, system ini juga dapat memberikan rekomendasi terkait resiko terjadinya masalah/gangguan kardiovaskular pada anak dan remaja yang mengalami obesitas sehingga perawat sekolah dapat melanjutkan rekomendasi tersebut dengan membuat perencanaan perawatan bagi anak bersama keluarga.
Teknologi informasi lain yang telah terbukti membantu kerja perawat anak adalah electronic health/medical record (EHR/EMR). Sistem informasi ini dirancang oleh tim multidisplin yang terdiri dari perawat, dokter, staf administrasi dan para pengambil keputusan di rumah sakit. EHR/EMR menyediakan pelatihan untuk para perawat agar dapat berkonsentrasi pada penggunaan format cheklist untuk pengkajian dan intervensi keperawatan. Walaupun berbentuk cheklist, namun format tersebut tidak hanya menyediakan informasi sederhana tentang status kesehatan klien tetapi juga informasi tentang interaksi perawat-klien, pola asuh keluarga dan informasi psikososial lainnya (Green & Thomas, 2008). Bahkan system ini juga dapat melatih perawat untuk dapat memisahkan format isian atau berbentuk narasi dan format berbentuk checklist. Format isian/narasi membantu perawat untuk melakukan analisis berdasarkan masalah dan membuat dokumentasi keperawatan yang berdasarkan observasi, intervensi, dan respon.
Penggunaan yang lebih jauh lagi dari teknologi informasi adalah seperti yang dilakukan oleh Gibson, Miller, dan Kearney (2007), pada penelitian ini dikenalkan system WISECARE+ (Workflow Information System for European Nursing Care) untuk menyimpan dan mengkomunikasikan data terkait dengan gejala yang timbul pada anak remaja setelah pemberian kemoterapi, serta melakukan evaluasi kegunaannya berdasarkan persepsi remaja, orangtua, dan perawat yang terlibat dalam pengobatan. Penelitian ini melibatkan 11 orang remaja berusia antara 13-20 tahun yang mengalami kanker solid atau hematologi, empat orang dari pihak orangtua, dan 8 orang perawat selama 14 hari penelitian. Setiap responden yang terlibat diminta untuk mengisi kuesioner menggunakan system WISECARE+. Kuesioner tersebut berisi pertanyaan seputar gejala yang mungkin timbul pada remaja setelah menjalani kemoterapi, misalnya mual, muntah, kelemahan atau masalah pada mukosa mulut. Pada akhir penelitian didapatkan bahwa remaja merasa senang mengetahui gejala yang mungkin timbul pada dirinya sehingga dapat melakukan tindakan antisipasi dan berpendapat bahwa pengetahuan tentang gejala-gejala tersebut diperoleh dengan mudah melalui system ini. Sedangkan perawat berpendapat bahwa system ini akan sangat berguna apabila masalah yang timbul saat memasukkan data terkait perubahan gejala pada klien remaja dapat lebih mudah dan singkat untuk dikerjakan agar perawat dapat segera memberikan informasi terkait tindakan perawatan yang tepat untuk mengatasi gejala tersebut pada remaja dan keluarga. Sistem ini di masa yang akan datang direncanakan dibuat dalam bentuk system penyimpanan dan pelaporan data tentang gejala yang timbul pada klien anak dan remaja setelah menjalani kemoterapi. Alat bantu yang akan dipergunakan adalah jaringan komunikasi social sehingga dapat diakses melalui telepon selular, PDA, atau notebook dan laptop yang lebih untuk dibawa oleh anak dan remaja.
Apabila penggunaan teknologi informasi berbasis computer dinilai lebih mahal dan sulit, maka penelitian yang dilakukan oleh Hooshmand (2010) dapat memperlihatkan bahwa teknologi informasi dapat membantu pemberian asuhan keperawatan menjadi lebih mudah dan nyaman bagi klien anak dan keluarga serta tidak membutuhkan biaya yang lebih banyak dibandingkan dengan pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan secara tradisional atau tatap muka. Penelitian yang menggunakan desain quasi-eksperimental ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara penggunaan telemedicine technology dan metode tatap muka dalam pemberian asuhan keperawatan untuk anak-anak yang membutuhkan pelayanan kesehatan khusus dilihat dari pembiayaan, caring, dan proses perawatan berfokus pada keluarga (family centered-care/FCC) yang meliputi interaksi antara perawat dan keluarga. Penelitian ini menggunakan 3 instrument penilaian yaitu Family Cost Survey, Caring Professional Scale (CPS), dan Measure of Processess of Care-20 Item Scale (MPOC-20). Pada akhir penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) tidak terdapat perbedaan biaya yang harus dikeluarkan oleh keluarga yang diberikan asuhan keperawatan melalui telemedicine dengan keluarga yang diberikan asuhan keperawatan melalui tatap muka; 2) tidak terdapat perbedaan persepsi tentang caring sebagai bagian dari asuhan keperawatan yang diberikan melalui kedua metode tersebut pada keluarga kelompok control dan intervensi; 3) terdapat perbedaan yang signifikan terkait perawatan yang berfokus pada keluarga, namun terdapat persepsi yang lebih positif terhadap FCC pada keluarga yang diberikan asuhan melalui telemedicine dengan keluarga yang diberikan asuhan secara tatap muka. Maka penelitian ini kembali menegaskan bahwa penggunaan inovasi seperti system informasi atau telemedicine sangat menjanjikan untuk dapat mengembangkan asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan yang berfokus pada keluarga dalam system pelayanan kesehatan di masyarakat.
Berdasarkan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan, sangatlah jelas bahwa kebutuhan akan penggunaan teknologi informasi dalam meningkatkan pemberian asuhan keperawatan menjadi sesuatu yang penting. Peran perawat anak sebagai pemberi layanan keperawatan, edukator, dan advokat bagi klien anak dan keluarga akan menjadi sangat jelas dan mudah untuk dilakukan di berbagai setting fasilitas kesehatan. Teknologi informasi juga telah terbukti sangat membantu penggunanya pada bidang keuangan dan perbankan, sedangkan pada bidang kesehatan masih sangat sedikit pemanfaatannya. Peran teknologi informasi yang telah tersedia sebaiknya tidak hanya digunakan sekedar untuk memberikan informasi saja namun juga sekaligus menyimpan informasi, memberikan peringatan, membantu membuat perencanaan tindakan, bahkan melatih tenaga kesehatan menganalisis masalah yang terjadi pada klien anak dan remaja serta keluarga. Sudah saatnya bidang kesehatan memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan mengembangkan kemampuan dalam memberikan solusi kesehatan berdasarkan masalah yang timbul pada masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan.

Kesimpulan
1. Teknologi informasi telah mengalami banyak kemajuan dan perubahan dalam hal penggunaannya dan menjadi sangat mudah untuk diakses oleh setiap lapisan masyarakat baik di pedesaan maupun perkotaan. Kemudahan akses informasi ini menjadi peluang yang sangat besar bagi bidang kesehatan khususnya keperawatan untuk dapat memanfaatkan teknologi informasi yang telah tersedia dalam memberikan dan meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan yang lebih cepat kepada masyarakat.
2. Tenaga keperawatan khususnya perawat anak mempunyai tugas untuk memberikan informasi, melakukan tindakan keperawatan dan memberikan edukasi kepada klien anak dan keluarga pada berbagai tahapan usia yaitu sejak usia bayi hingga remaja. Teknologi informasi telah terbukti dapat digunakan untuk meningkatkan pemberian asuhan keperawatan pada klien anak dan remaja, bahkan sejak anak baru dilahirkan. Teknologi informasi terbukti sangat membantu untuk meningkatkan keamanan bagi klien dengan meminimalkan terjadinya kesalahan dalam pemberian terapi. Sistem yang telah dirancang dapat menyimpan data yang dibutuhkan, memberikan rekomendasi tindakan, mengingatkan akan timbulnya resiko masalah dan membantu membuat rencana asuhan yang akan diberikan berdasarkan masalah yang terjadi pada klien.
3. Teknologi informasi juga terbukti mudah dan menyenangkan untuk digunakan oleh klien anak dan remaja. Khususnya pada remaja teknologi informasi memudahkan mereka untuk melakukan self assessment dan mengetahui informasi terkait status kesehatannya. Pada saat yang bersamaan, klien anak dan remaja serta keluarga juga mendapatkan respon yang lebih cepat dari tenaga kesehatan terkait solusi tindakan yang harus mereka lakukan baik ketika mereka masih berada di fasilitas kesehatan, atau di dalam perjalanan, maupun di rumah yang mungkin jaraknya sangat jauh dari fasilitas kesehatan. Hal ini tentu saja akan mengurangi angka kesakitan dan kematian anak dan remaja yang disebabkan keterlambatan mendapatkan pertolongan kesehatan.
4. Teknologi informasi juga telah terbukti mudah dan murah dalam penggunaannya,bahkan dinilai lebih menyenangkan dibandingkan pemberian pelayanan kesehatan dengan tatap muka. Teknologi informasi memudahkan keluarga untuk mengetahui status kesehatan anak dan remaja tanpa harus pergi ke fasilitas kesehatan yang mungkin saja sangat jauh dan bahkan mereka harus menunggu selama berjam-jam untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Informasi yang diberikan juga membantu keluarga untuk membuat keputusan terkait pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh anak dan remaja.
5. Teknologi informasi yang telah ada menjadi tantangan bagi para perawat anak untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menggunakan system yang telah dirancang untuk memudahkan peran perawat. Teknologi informasi juga dapat membuat waktu pengerjaaan tugas harian perawat menjadi lebih singkat sehingga akan lebih banyak waktu yang tersedia untuk melakukan interaksi dan komunikasi terapeutik dengan klien anak dan remaja serta keluarga, dengan demikian kualitas asuhan keperawatan yang diberikan juga akan lebih baik lagi.




Daftar Pustaka
Akib, Faisal. (2010). Definisi teknologi informasi, pada http://www.tehnik-informatika.com diperoleh pada 3 November 2010.
Gance-Cleveland, B, Gilbert, L. H, Kopanos, T, Gilbert, K. C. (2010). Evaluation of technology to identify and assess overweight children and adolescents, Journal for Specialist in Pediatric Nursing, 15:1, pp. 72-83, diperoleh melalui ProQuest Health and Medical Complete.
Gibson, F, Miller, M, Kearney, N. (2007). Technology into practice: young people’s, parents’ and nurses’ perception of WISECARE+, Journal Pediatric Nursing, vol. 19, pp. 31-34, diperoleh melalui http://proquest.umi.com/pqdweb.
Green, S. D, Thomas, J. D. (2008). Interdisciplinary collaboration and the electronic medical record, Journal Pediatric Nursing, vol. 34 pp. 225-228, diperoleh melalui http://proquest.umi.com/pqdweb.
Hoosmand, M. A. (2010). Comparisson of telemedicine to traditional face-to-face care for children with special health care needs: analysis of cost, caring, and family centered-care, Disertasi untuk Ph. D in nursing, University of Miami.
Ivory, C. H. (2007). Technology integration and perinatal safety, Biomedical Instrumentation & Technology, pp. 45, diperoleh melalui ProQuest Health and Medical Complete.
Jannetti, A. J. (2008). CNE series: technology in pediatric healthcare, Journal Pediatric Nursing, vol. 34 pp.228-229, diperoleh melalui http://proquest.umi.com/pqdweb.
McCartney, P. R. (2006). Using technology to promote perinatal patient safety, JOGNN, 35, pp. 424-431.
Morris-Docker, S. B., Tod, A, Harrison, J. M., Wolstenhome, D., Black, R. (2004). Nurses’ use of the internet in clinical ward setting, Journal of Advanced Nursing, 48(2), pp. 157-166, diperoleh melalui http://proquest.umi.com/pqdweb.
Turisco, Fran, Rhoads, Jared. (2008). Eqquipped for efficiency: improving nursing care through technology, California Healthcare Foundation.

Kebutuhan Penerapan Teknologi Informasi Keperawatan Di Ruang Rawat Anak

Kebutuhan Penerapan Teknologi Informasi Keperawatan
Di Ruang Rawat Anak

Umi Solikhah
Magister Keperawatan Anak (0906505161) Universitas Indonesia
Abstrak
Teknologi informatika keperawatan sudah saatnya diterapkan di pelayanan kesehatan Indonesia. Selama ini penerapannya terhambat karena keterbatasan dana, ketidaksiapan sumber daya manusia, dan terjebak dalam rutinitas yang membuat malas berubah. Sistem pelayanan di ruang rawat anak memiliki karakteristik khusus sehingga dalam program software sistem informasi keperawatan harus ada penambahan yang menyentuh prinsip keperawatan anak. Penerapan teknologi informatika di pelayanan keperawatan akan menghemat tenaga, biaya, dan waktu. Tujuan penulisan artikel ini untuk menganalisa terpenuhinya kebutuhan diterapkannya sistem informasi di ruang rawat anak dengan model DSS yang diharapkan dapat melancarkan program tercapainya sistem informasi keperawatan terkomputerisasi di RS wilayah Indonesia pada umumnya dan ruang rawat anak pada khususnya. Penulisan dengan metode literatur. Penerapan sistem informasi keperawatan di ruang rawat anak bukan hal yang tidak mungkin dilaksanakan, jika dilakukan dengan sepenuh hati dan bekerjasama dengan semua pihak yang terkait mulai dari pihak managerial, perawat pelaksana, tim kesehatan lain, pasien, dan tenaga ahli teknologi informatika.
Key word : teknologi, DSS model, perawat, anak
1. Pendahuluan
Penerapan teknologi informasi di bidang keperawatan merupakan suatu hal yang diperlukan saat ini. Bisa dibayangkan, aktifitas kegiatan di ruang rawat anak yang cukup banyak dengan dibandingkan jumlah perawat yang bertugas akan sangat menyita waktu dan tenaga perawat. Penerapan teknologi informatika menjadi sebuah harapan bagi perawat di ruang rawat anak untuk memberikan kontribusi ‘efektif dan efisiensi’ pencatatan dan pelaporan seluruh aktifitas pelayanan keperawatan.
Dokumentasi yang cukup banyak mulai dari pencatatan data pasien, asuhan keperawatan,
administrasi keuangan, catatan medis, catatan data penunjang akan terasa ringan jika dikomputerisasikan. Model komputerisasi yang digunakan saat ini sudah mulai berkembang dengan kegiatan yang meminimalkan kerja perawat dalam mencatat manual dan memaksimalkan upaya yang dilakukan untuk melakukan pelayanan keperawatan anak dengan memperhatikan prinsip-prinsip perawatan anak. Modal awal untuk memulai kegiatan mungkin cukup besar antara lain dengan persiapan software computer dan program yang dikerjakan bersama teman-teman dari teknologi informatika; pelatihan SDM perawat yang akan melakukan kegiatan, pihak manajerial sebagai pemegang keputusan akan sangat menentukan keberhasilan program. Namun untuk kebutuhan jangka panjang akan sangat murah yaitu dengan kegiatan yang lebih banyak bisa dilakukan untuk pasien, waktu dan tenaga perawat dapat lebih di hemat.
Upaya penerapan model-model pendokumentasian terkomputerisasi tentu saja bisa dilakukan di Indonesia tergantung dari pengetahuan perawat, kemampuan perawat setelah mengetahui, dan kemauan perawat untuk sama-sama bekerja keras mensukseskan program. Perawat-perawat anak yang terjerat di dalam rutinitas umumnya sulit untuk diajak berkembang, dan keadaan ini harus diimbangi dengan upaya managerial untuk mensupport terlaksananya program melalui program pelatihan, reward and punishment, keterlibatan aktif manager, dan program evaluasi periodik. Teknologi sistem informasi keperawatan yang digunakan hendaknya selalu dievaluasi untuk merevisi yang kurang dan mengembangkan yang sudah ada sesuai kebutuhan program dan pengguna (Larry,2003).
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk melakukan analisa terhadap kebutuhan penerapan teknologi sistem informasi keperawatan di rumah sakit-rumah sakit wilayah Indonesia pada umumnya dan di ruang rawat anak pada khususnya dimana ruang rawat anak memiliki karakteristik khusus yang perlu diperhatikan, sehingga pembuatan softwarre bisa disesuaikan dengan kebutuhan pengguna.
2. Kajian Pustaka
2.1. Teknologi DSS Model
DSS (Decision Support System) model merupakan suatu sistem informasi manajemen dengan pendekatan antara pemecahan masalah dan komunikasi yang kapabel untuk pemecahan permasalahan dalam sistem semistruktur. Secara spesifik didefinisikan sebagai suatu sistem yang mensupport manager utama dan sekelompok kecil tim untuk menjadi tim pemberi solusi pemecah masalah bersama dengan memberikan sugesti pada kelompok yang bermasalah dengan sistem komunikasi yang sesuai (Raymond Mc. Leod Jr, 1998). Alternatif pemecahan masalah yang ditawarkan dari teknologi DSS model ini sebagai langkah memudahkan pelaksanaan program teknologi informatika di dunia keperawatan menurut fase Simon adalah kecerdasan (intelegence), desain (design), penghargaan (choice), peninjauan ulang (review).
Kecerdasan perawat anak sangat mendukung tercapainya program komputerisasi di ruang rawat anak, karena untuk dapat mendokumentasikan dengan benar mereka harus faham benar tentang komputerisasi, sistem pendokumentasian, dan prinsip perawatan pada anak. Desain program yang tepat akan memudahkan perawat dalam input kegiatan yang dilakukan sesuai prinsip perawatan anak, termasuk desain program yang terkait dengan jadual dinas perawat yang bisa diatur dalam waktu cepat jika salah satu perawat misalnya tidak bisa hadir pada jam jadual dinas tersebut selalu ada yang menggantikan melalui sistem. Sistem reward harus ditegakkan untuk memotifasi perawat dalam melakukan tugasnya, dimana hal ini harus ada protab yang jelas yang disepakati oleh pihak managemen dan pihak pelaksana dalam hal ini perawat anak. Sistem evaluasi harus ada untuk mengontrol kelebihan dan kekurangan pelaksanaan teknologi informasi keperawatan di RS tersebut, sehingga bisa memberikan kontribusi yang menguntungkan.
Gambar 1. Fokus model DSS (Raymond Mc. Leod Jr, 1998)
Struktur tingkatan masalah baik yang terstruktur, kurang terstruktur, maupun yang tidak terstruktur diselesaikan melalui solusi kerjasama yang tepat antara solusi komputer dengan solusi manager, artinya tetap harus ada peran manager disamping program yang disediakan.
Gambar 2. Bagan model DSS (Raymond Mc. Leod Jr, 1998)
Pemecahan masalah individual bekerjasama dengan member kelompok lain, juga selalu terhubung dengan software. Data based dihubungkan dengan software pencatatan dokumentasi, model matematik, dan software DSS. Lingkungan juga berpengaruh dalam sistem penerapan model DSS. Output tilisan akan muncul dalam bentuk data yang bisa menjadi media komunikasi dan informasi.
Perawat yang ingin meningkatkan keilmuannya dituntut untuk mampu memanfaatkan pengembangan teknologi. Teknologi yang diciptakan untuk memfasilitasi perawat tidak sedikit, namun masih banyak perawat yang belum mengenal sumber-sumber informasi tersebut. Peran manager dalam memberikan rekomendasi penghargaan sangat membantu untuk memotivasi perawat dalam keterlibatannya dalam teknologi (Smith and Baker, 2007). Penghargaan yang diberikan bisa dalam bentuk pelatihan, pujian, hadiah, dan bisa dalam bentuk yang lain.
2.2. Pencatatan Berbasis Komputer
Pencatatan pasien yang terkomputerisasi (computerized patient records) mengalami perkembangan pesat, sehingga perlu diciptakan tata bahasa baku dalam menggambarkan masalah-masalah pasien yang dapat dipahami secara universal dan konsisten diantara para perawat (Doenges et al. 1999). Pembakuan bahasa dan model pencatatan yang disepakati harus yang dikuasai oleh pelaksana dokumentasi, seperti jika perawat memutuskan pendokumentasian pengkajian keperawatan berdasar teori ‘orem’ maka perawat harus tahu tentang penerapannya dalam pendokumentasian. Termasuk pendokumentasian diagnosa keperawatan menurut NANDA/Carpenito/Doengoes atau lainnya, intervensi keperawatan dengan NOC dan NIC, implementasi keperawatan berdasarkan waktu, dan evaluasi dalam bentuk SOAP.
Salah satu tantangan besar dalam informatika kesehatan adalah disepakatinya standar klasifikasi dan terminologi yang mencakup berbagai konsep (kedokteran, keperawatan, laboratorium, obat, patient safety, images, pertukaran data, demografis) (Suparti, 2005). Ini menguntungkan bagi sistem karena secara keseluruhan akan terdokumentasi dengan software yang kompleks. Khususnya dokumentasi asuhan keperawatan harus ada standar baku yang disetting berdasarkan model tertentu. Pendokumentasin pengkajian keperawatan yang sudah dilaksanakan di Indonesia adalah model sistem, divisi doengoes, dan model kebutuhan dasar.
Model apapun yang digunakan harus dilengkapi dengan isian kajian yang spesifik dibutuhkan oleh anak, sehingga perlu penambahan software yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Sebanyak apapun kegiatan yang kita lakukan bila tanpa pendokumentasian maka akan mengurangi manfaat. Kerjakan apa yang kita dokumentasikan dan dokumentasikan apa yang kita lakukan. Selama ini sediaan software pengkajian belum dispesifikan pada kondisi-kondisi tertentu, pendokumentasian yang lebih spesifik mungkin lebih rumit bagi programer namun akan memudahkan kerja perawat dalam memilih option pendokumentasian.
Penerapan sistem informasi keperawatan terkomputerisasi terkait intervensi yang dilakukan di beberapa RS di Indonesia diharapkan spesifik mulai dari Nursing Out Come (NOC) yang baku klasifikasi dan jelas kriterianya; Nursing Intervention Clasification (NIC) disusun secara baku pada setiap klasifikasinya dan disesuaikan juga dengan klasifikasi tujuan (NOC). Perawat tinggal
memilih label NIC yang tersedia pada masing-masing diagnosa keperawatan yang sesuai dengan tujuan penanganan masalah pasien. Implementasi keperawatan dalam sistem informasi keperawatan menggunakan label NIC dan aktifitas dalam NIC. Perawat tinggal mengetikan aktifitas-aktifitas perawatan yang telah dilakukan, menambahkan jam pelaksanaan dan menuliskan pelaksana dari aktifitas tersebut.
Implementasi yang diinputkan oleh perawat dalam dokumen asuhan keperawatan langsung diintegrasikan dengan Billing System Rumah Sakit, sehingga tidak ada double entry dalam keuangan pasien. Masing masing tindakan perawat telah memiliki harga sendiri sendiri yang telah disahkan oleh rumah sakit, dan perawat tinggal mendokumentasikan dalam SI Keperawatan. Artinya penulisan implementasinya juga dibakukan sehingga perawat yang bertugas mengetik sesuai dengan standar yang ditetapkan. Evaluasi kriteria, skala, dan target. Setelah perawat menentukan kriteria, skala dan target pada hari pertama, maka pada hari berikutnya tinggal memilih skala yang sesuai dengan kondisi pasien, antara 1 – 5, disesuaikan dengan kondisi pasien.
Penggunaan teknologi dalam keperawatan bisa menjadi kebahagiaan dan derita, bahagia bagi pengembangan sistem dan derita bagi sistem yang belum siap menerapkan. Teknologi dapat menjawab hal-hal yang makin ‘njlimet’ dan juga dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Dengan semakin digunakannya teknologi dalam keperawatan seharusnya semakin meningkatkan kompetensi teknologi seperti ‘caring’ dalam keperawatan (Rozzano, Marquerite, 2001). "I think people are often afraid that technology is making us less human."(C.Brazeal,2001).
Teknologi informasi keperawatan yang terkait dengan ‘caring’ masih sulit untuk diterapkan dan masih menjadi kontroversi, karena jelas ada bedanya pertemuan langsung dengan pasien dibandingkan dengan pendekatan teknologi (Mary McGrath, 2008).
2.3. Prinsip Dasar Perawatan Anak
Prinsip dasar keperawatan anak mengalami perkembangan secara periodik, terutama dalam cara memandang terhadap anak dan pendekatan dalam pelayanan keperawatan anak. Prinsip yang harus diperhatikan selain pertumbuhan dan perkembangan anak adalah :
1. Bahwa anak adalah bukan miniatur orang dewasa, mereka memiliki karakteristik yang unik sebagai anak-anak.
2. Family centered care (asuhan berpusat pada keluarga). Dalam setiap kegiatan merawat anak di RS selalu difasilitasi oleh keterlibatan orang tua termasuk mengupayakan peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat anaknya. Perawat juga punya peran penting dalam memfasilitasi hubungan orang tua dan anaknya selama di RS. Harus diupayakan jangan sampai terjadi perpisahan antara orang tua dan anaknya di RS. Hal ini bertujuan agar dengan difasilitasinya hubungan antara orangtua dan anaknya, orang tua diharapkan mempunyai kesempatan untuk meneruskan peran dan tugasnya merawat anak selama di RS.
Perawat juga mempunyai peran penting untuk meningkatkan kemampuan orang tua dalam merawat anaknya. Orang tua dipandang sebagai subjek yang punya potensi untuk melaksanakan perawatan pada anaknya. Di harapkan selama perawatan anaknya di RS, terjadi proses belajar pada orang tua, baik dalam hal peningkatan pengetahuan dan ketrampilan yang berhubungan dengan keadaan sakit anaknya. Dengan demikian, pada saat anak diperbolehkan pulang kerumah, orang tua sudah memiliki seperangkat ilmu pengetahuan dan ketrampilan tentang perawatan anaknya.
Prinsip asuhan yang berpusat pada keluarga meliputi : flexibility (asuhan yang diberikan tidak kaku pada system yang ada), collaboration (pemberi asuhan berkolaborasi dengan klien dan keluarga dalam proses pemberian asuhan keperawatan), support (memberi dukungan baik fisik, psikologis, sosial dan spiritual), empowerment (memberdayakan klien dan keluarga dalam proses asuhan), respect (pemberi asuhan menghargai keunikan klien), information (pemberi asuhan berkomunikasi dan berbagi informasi yang bemanfaat dengan klien dan keluarga secara lengkap dengan cara yang tegas), strengths (senantiasa memanfaatkan kekuatan yang ada pada klien dan keluarga), dan choice (member alternative pada klien dan keluarga dalam menentukan asuhan).
3. Atraumatic care atau asuhan yang tidak menimbulkan trauma pada anak dan keluarganya merupakan asuhan yang terapeutik karena bertujuan sebagai terapi bagi anak. Dasar pemikiran pentingnya asuhan terapeutik ini adalah bahwa walaupun ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pediatric telah berkembang pesat, tindakan yang dilakukan pada anak tetap menimbulkan trauma, rasa nyeri, marah, cemas, dan takut pada anak. Beberapa bukti penelitian menunjukkan bahwa lingkungan RS yang dapat menimbulkan trauma bagi anak adalah lingkungan fisik RS, tenaga kesehatan baik dari sikap maupun maupun pakaian putih,
alat-alat yang digunakan, dan lingkungan sosial antar sesama pasien.
Atraumatic care adalah bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam layanan pelayanan kesehatan anak, melalui penggunaan tindakan yang dapat mengurangi distress fisik maupun distress psikologis yang dialami anak dan orang tua. Atraumatic care bukan satu bentuk intervensi yang nyata terlihat, tetapi memberi perhatian pada apa, siapa, di mana, mengapa, dan bagaimana prosedur dilakukan pada anak dengan tujuan mencegah dan mengurangi sres fisik dan psikologis.
Asuhan yang terapeutik tersebut dapat dilakukan melalui tindakan pencegahan, penetapan diagnosis, pengobatan, dan perawatan baik pada kasus akut maupun kronik dengan intervensi mencakup pendekatan psikologis (menyiapkan anak untuk prosedur fisik, memberikan kesempatan pada orang tua untuk terlibat merawat anak di RS, dan menciptakan suasana lingkungan RS yang nyaman bagi anak dan orang tua).
Dapat anda bayangkan bagaimana bila seorang perawat atau dokter anak datang kepada pasien (anak dan keluarganya) untuk melakukan asuhan keperawatan, tetapi dengan wajah cemberut, masam, dan tidak ada sapaan ramah sedikitpun. Mungkin sebelum dilakukan tindakan anak sudah takut dan menangis atau bahkan tidak mau didekati. Akan tetapi, bagaimana bila seorang perawat datang dengan wajah yang manis, tersenyum,dan sapannya pada anak demikian menyenangkan, lemah lembut, sambil menawarkan mainan kecil yang menarik hati. Selain petugasnya, ruang perawatan untuk anak tidak dapat disamakan seperti orang dewasa. Ruangan tersebut memerlukan dekorasi yang penuh dengan nuansa anak (adanya gambar di dinding, tirai, dan sprei serta sarung bantal yang berwarna dan bercorak binatang atau bunga, cat dinding yang berwarna, serta tangga yang pegangannya berwarna ceria.
Prinsip-prinsip dasar keperawatan anak diatas harus dikuasai oleh semua perawat yang bertugas di ruang rawat anak, sehingga dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan keperawatan tidak sekedar rutinitas harian yang tidak ada pengembangan.
3. Kesimpulan
Bahwa penerapan sistem informasi keperawatan di ruang rawat anak bukan suatu hal yang tidak mungkin dilaksanakan, jika dilakukan dengan sepenuh hati dan bekerjasama dengan semua pihak yang terkait mulai dari pihak managerial, perawat pelaksana, tim kesehatan yang lain, pasien, dan tenaga ahli teknologi informatika. Penyelenggaraan dengan dana besar diawal tidak seberapa dibandingkan dengan investasi jangka panjang terkait dengan kualitas sumber daya manusia, kualitas pendokumentasian keperawatan, kualitas pengembangan teknologi informatika, penghematan tenaga, kualitas kinerja perawat, dan penghematan biaya operasional. Penerapan teknologi informasi dalam bidang keperawatan justru akan memberikan nilai lebih dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.
Penerapan teknologi informasi dengan model DSS menjanjikan kelancaran program dalam semua sistem terkait karena terdapat kerjasama yang baik pada setiap struktur organisasi, termasuk lingkungan. Penerapan teknologi informasi di ruang rawat anak ini diharapkan dapat memfasilitasi kinerja perawat yang cukup waktu dan tenaga untuk dapat melaksanakan kegiatan pelayanan keperawatan anak sehari-hari, mendokumentasikan kegiatan dengan benar dan terinci, tetap dapat memperhatikan prinsip keperawatan anak, dan perawat semakin pintar.
Daftar Pustaka
Cheryl M. Smith1 and Bradford Baker. 2007. Technology in nursing scholarship: Use of citation reference managers. International Journal of Mental Health Nursing (2007) 16, 156–160.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Sistem informasi rumah sakit di Indonesia revisi v.
Larry Le Fever. 2003. Reengineering a mobile nursing information system. Proceedings of Student Research Day, CSIS, Pace University, May 9th.
Mary McGrath. (2008). The challenges of caring in a technological environment: critical care nurses’ experiences. The Author. Journal compilation Blackwell Publishing Ltd.
Mc. Closkey. J . 1996. Nursing interventions classivication. Mosby-Year book, Daverport.
Mc. Closkey. J . 1996. Nursing outcome classivication. Mosby-Year book, Daverport.
NANDA International. (2010). Nursing diagnosis : definitions & classification. Editor : T.Heather Herdman. Wiley – Blackwell.
Raymond McLeod, Jr. (1998). Decision support systems. Management information system 7/E. Prentice-hall. Inc.
Rozzano C. Locsin and Marguerite Purnell. 2001. Rapture and suffering with technology in nursing. International Journal for Human Caring. Vol.11, No.1. 38-43.
Supraptini, Yupi S.Kp, MSc (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan Anak. Penerbit : EGC. Jakarta.
Wong, Dona L. (2001). Wong,s Essential of Pediatric Nursing. Sixth Edition. Mosby.